Posted by : Unknown
Menghormati Orang Tua Bagian Dari Akhlaq ( أخلاق) Mulia
Menghormati
orang yang tua bukan hanya budaya, namun bagian dari akhlak mulia dan
terpuji yang diserukan oleh Islam. Hal ini dilakukan dengan cara
memuliakannya dan memperhatikan hak-haknya. Terlebih, bila disamping tua
umurnya, juga lemah fisik, mental, dan status sosialnya. Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda:
مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفْ حَقَّ كَبِيرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barangsiapa
tidak menyayangi anak kecil kami dan tidak mengenal hak orang tua kami
maka bukan termasuk golongan kami.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab, lihat
Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 271)
Hadits
ini merupakan ancaman bagi orang yang menyia-nyiakan dan meremehkan hak
orang yang sudah tua, di mana orang tersebut tidak di atas petunjuk
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama dan tidak menepati jalannya.
Menghormati mereka juga termasuk mengagungkan Allah Azza wa Jall
sebagaimana sabda Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama:
إِنَّ
مِنْ إِجْلَالِ اللهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ وَحَامِلِ
الْقُرْآنِ غَيْرَ الْغَالِي فِيْهِ وَالْجَافِي عَنْهُ وَإِكْرَامَ ذِي
السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ
“Sesungguhnya
termasuk mengagungkan Allah adalah menghormati seorang muslim yang
beruban (sudah tua), pembawa Al-Qur’an yang tidak berlebih-lebihan
padanya (dengan melampaui batas) dan tidak menjauh (dari mengamalkan)
Al-Qur’an tersebut, serta memuliakan penguasa yang adil.” (HR. Abu Dawud
dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Tarhib no. 92)
Orang
tua tentunya telah melewati berbagai macam tahapan hidup di dunia ini
sehingga setumpuk pengalaman dimilikinya. Orang yang telah mencapai
kondisi ini biasanya memikirkan matang-matang sesuatu yang hendak ia
lakukan. Terlebih lagi, disamping banyak pengalamannya, juga mendalam
ilmu dan ibadahnya. Ini berbeda dengan kebanyakan anak muda yang umumnya
masih minim ilmunya, dangkal pengalamannya, dan sering memperturutkan
hawa nafsunya. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda:
الْبَرَكَةُ مَعَ أَكَابِرِكُمْ
“Barakah itu bersama orang-orang tua dari kalian.” (HR. Ibnu Hibban, Al-Hakim, dll, lihat Shahihul Jami’ no. 2884)
Mungkin
kita bisa mengambil pelajaran dari fitnah Khawarij (kelompok sesat) di
masa sahabat Ali radhiyallaahu ‘anhu. Semangat mereka dalam mengamalkan
agama tidak diimbangi dengan mengikuti pemahaman para sahabat Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa sallama. Para Khawarij yang umumnya dari
kalangan muda terkadang berdalilkan dengan dalil-dalil syariat, sesuatu
yang sebenarnya bukan dalil bagi mereka. Para sahabat yang mengetahui
sebab turunnya ayat dan sebab periwayatan hadits tentunya lebih tahu
maksudnya dari mereka. Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallama menjelaskan
di antara ciri-ciri Khawarij yang akan muncul adalah:
سَيَخْرُجُ قَوْمٌ فِي آَخِرِ الزَّمَانِ أَحْدَاثُ الْأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ
“Akan muncul di akhir zaman suatu kaum yang muda umurnya (para pemuda) yang bodoh akalnya.” (HR. Al-Bukhari no. 6930)
Al-Imam
An-Nawawi rahimahullaahu menerangkan: “Diambil faedah dari hadits ini
bahwa kekokohan dan kuatnya pandangan hati adalah ketika seorang telah
sempurna umurnya, banyak pengalamannya, dan kuat pemahamannya.” (Fathul
Bari 12/287)
Termasuk
tanda-tanda orang yang telah menginjak usia lanjut adalah uban yang
menghiasi kepalanya, kekuatan fisik yang mengendur, pandangan dan
penglihatan yang mulai berkurang ketajamannya. Seorang muslim yang telah
mencapai kondisi seperti ini tentunya telah melewati masa-masa yang
panjang dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Berbagai manis dan getirnya kehidupan telah dilakoninya. Dia pun merasa
ajal telah dekat sehingga pendekatan diri kepada Allah Tabaaraka wa
Ta’ala semakin bertambah. Orang yang panjang umurnya dan baik amalannya
adalah sebaik-baik orang, sebagaimana sabda Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
sallama:
خَيْرُ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ
“Sebaik-baik orang ialah yang panjang umurnya dan baik amalannya.” (HR. At-Tirmidzi dan dia menghasankannya)
Orang
yang beruban rambutnya karena menjalankan ketaatan kepada Allah
Subhaanahu wa Ta’ala, dia memiliki keutamaan. Nabi Shallallaahu ‘alaihi
wa sallama bersabda:
مَنْ شَابَ شَيْبَةً فِي الْإِسْلَامِ كَانَتْ لَهُ نُوْرًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa
beruban dengan suatu uban di dalam Islam maka uban itu akan menjadi
cahaya baginya di hari kiamat.” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i.
Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam kitab Shahihul Jami’ no.
6307)
Maksudnya,
uban tersebut akan menjadi cahaya, sehingga pemiliknya menjadikannya
sebagai penunjuk jalan. Cahaya itu akan berjalan di hadapannya di
kegelapan padang mahsyar, sampai Allah Ta’ala memasukkannya ke dalam
jannah (surga). Uban, meski bukan rekayasa hamba, namun bila muncul
karena suatu sebab, seperti jihad atau takut kepada Allah Ta’ala, maka
ditempatkan pada usaha (amalan) hamba. Oleh karena itu, dimakruhkan
mencabut uban yang ada di jenggot atau semisalnya. (Faidhul Qadir karya
Al-Munawi, 6/202)
Demikianlah keutamaan orang tua yang tidak/jarang dimiliki/terdapat pada orang-orang muda..Wallaahu a’lam.
Sumber: www.asysyariah.com